Minggu, 03 Mei 2015

SEJARAH PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA

No
Tahun
Pemerintahan
Kebijakan
1
1808
Gubernur Jenderal
Herman Willem
Deandels
(1808-1811)
1.  Membentuk Dienst van het Boschwezen (Jawatan Kehutanan)
2.  Mengeluarkan Peraturan pemangkuan hutan di Jawa (26 Mei
1808) yang memuat prinsip-prinsip:
a Pemangkuan hutan sebagai domein Negara dan semata-mata dilakukan untuk kepentingan Negara
b Penarikan pemangkuan hutan dari kekuasaan Residen dan dari jurisdiksi wewenang Mahkamah Peradilan yang ada.
c.   Penyerahan pemangkuan hutan kepada dinas khusus di bawah Gubernur Jenderal, yang dilengkapi dengan
wewenang administratif dan keuangan serta wewenang menghukum pidana.
d Areal hutan pemerintah tidak boleh dilanggar, dan perusahaan dengan eksploitasi secara persil dijamin
keberadaannya, dengan kewajiban melakukan reforestasi dan pembudidayaan lapangan tebangan
e Semua kegiatan teknis dilakukan rakyat desa, dan mereka yang bekerja diberikan upah kerja sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
f.    Kayu-kayu yang ditebang pertama-tama harus digunakan untuk memenuhi keperluan Negara, dan kemudian baru untuk memenuhi kepentingan perusahaan swasta
g Rakyat desa diberikan ijin penebangan kayu menurut peraturan yang berlaku.
2
1811-1816
Gubernur Jenderal
Thomas Stanford
Raffles
Pemerintahan jajahan Inggris tidak begitu memperhatikan persoalan hutan di Jawa.
2
1865

1.  Dikeluarkan Boschordonantie voor Java en Madoera 1865
(UndangUndang Kehutanan untuk Jawa dan Madura 1865)
2.  Dikeluarkan Reglement Kehutanan 1865 dimana prinsip pokoknya antara lain : eksploitasi hutan jati dilakukan semata-mata untuk kepentingan pihak partikelir, yang dapat dilaksanakan 2 (dua)
cara. Pertama, pihak swasta yang diberikan konsesi penebangan hutan jati diwajibkan membayar pachtschat (uang sewa) setiap
tahun kepada pemerintah Hindia Belanda, yang dihitung dengan taksiran nilai harga kayu dalam setiap persil menurut lamanya
konsesi yang diberikan. Kedua, kayu-kayu yang ditebang pihak
penerima konsesi diserahkan kepada pemerintah, dan pihak swasta penerima konsesi menerima uang pembayaran upah tebang, sarad, angkut dalam hitungan per elo kubik (1 elo = 68,8 cm), melalui tender terbuka dan penawaran yang diajukan dalam sampul tertutup.
3
1830-1870
Gubernur Jenderal
Van Den Bosch
Adanya kebijakan Sistem Cultur Stelsel (Sistem Tanam Paksa)
4
1870

Dikeluarkan Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria), dimana terdapat Agrarische Besluit yang memuat adanya Domeinverklaring
1870 yang mengklaim bahwa setiap tanah (hutan) yang tidak dapat dibuktikan adanya hak di atasnya maka menjadi domain pemerintah.
Pengelolaan SDH banyak mengalami kendala antara lain :
-     Keterbatasan tenaga ahli di bidang kehutanan
-     Efek dari penerapan system tanam paksa menimbulkan perubahan kondisi hutan di Jawa yang banyak dibuka untuk

 
SEJARAH PENGELOLAAN HUTAN DI JAWA Masa Pemerintah Kolonial Belanda





lahan perkebunan.
5
1873

 Jawatan Kehutanan/ Dienst van het Boschwezen membentuk
organisasi territorial kehutanan berdasarkan STB No.215 Tahun
1873, Dimana Hutan di Jawa dibagi 13 Daerah Hutan (luas
70.000-80.000 ha kawasan hutan jati & lebih luas 80.000 ha untuk non jati)
 13 daerah hutan tersebut adalah : Karesidenan Banten dan
Kabupaten Cianjur; Karesidenan Priangan, Kerawang, dan Cirebon; Karesidenan Tegal dan Pekalongan; Karesidenan Semarang; Karesidenan Kedu, Bagelen, dan Banyumas; Karesidenan Jepara; Kabupaten Rembang dan Blora; Karesidenan Surabaya, Madura, dan Pasuruan; Karesidenan Probolinggo, Besuki, dan Banyuwangi; Karesidenan Kediri; Karesidenan
Madiun; Kabupaten Ngawi dan Karesidenan Surakarta
6
1874

Pada tanggal 14 April 1874 diundangkan Reglemen Pemangkuan dan
Eksploitasi Hutan di Jawa dan Madura 1874.
Hal penting yang diatur :
-     Pengaturan mengenai pemisahan pengelolaan hutan jati dengan hutan rimba non jati;
-     Hutan jati dikelola secara teratur dan ditata dengan pengukuran, pemetaan, dan pemancangan pal-pal batas, serta dibagi dalam wilayah distrik-distrik hutan;
-     Eksploitasi hutan jati diserahkan pengusahaannya kepada pihak swasta.
-     Pemangkuan hutan rimba yang tidak dikelola secara teratur diserahkan kepada Residen di bawah perintah direktur
Binnelands Bestuur, dan dibantu seorang Houtvester
Dalam perkembangannya Reglemen ini mengalami perubahan mulai tahun 1897, 1913, 1927, 1932 dan 1937.
7
1890

Pemerintah  colonial  Belanda  membentuk  Perusahaan  Hutan  Jati
(Djatibedrijf untuk mengintensifkan pengelolaan hutan jati di Jawa dan Madura, sedangkan pengelolaan kawasan hutan rimba non jati
diserahkan  wewenangnya  kepada  Dinas  Hutan  Rimba  (Dienst  de
Wildhoutbossen).


Masa Pemerintah Jepang

No
Tahun
Pemerintahan
Kebijakan
1
1942
Jepang
8 Maret 1942 Belanda takluk pada Jepang
2
1942-1945

 Jawatan Kehutanan Belanda (Dient van het Boschwezen) diganti
namanya menjadi Ringyo Tyuoo Zimusyo
 Ordonansi Hutan Jawa dan Madura 1927 (Staatsblad 1927 No.
221 serta Verordening Kehutanan tahun 1932 (Staatsblad 1932
No. 446) dinyatakan tetap berlaku oleh pemerintah Dai Nippon untuk mengelola hutan di Jawa dan Madura
 Pengelolaan hutan di luar Jawa dan Madura ditangani oleh
Pemerintah Pusat, tetapi sebagian juga ditangani oleh Pemerintah Swapraja (Zelf besturende Landschappen dan Inheemse Rechtsgemeenschappen).
-   Eksploitasi hutan pada masa Jepang diarahkan untuk membangun industry kapal untuk perang dan keperluan logistik perang
termasuk keuangan untuk membiayai perang.


Masa Pasca Kemerdekaan RI

No
Tahun
Pemerintahan
Kebijakan
1
1945
RI
17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan
2
1946-1947

 Desember 1946 Jawatan Kehutanan membentuk satu tim
penerjemah yang ditugaskan menerjemahkan peraturan-peraturan hukum kehutanan yang diproduk pada masa pemerintahan
kolonial Belanda. Hal ini dimaksudkan untuk memberi pemahaman dan sebagai bahan pembentukan peraturan hukum kehutanan yang sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia
sebagaimana dimaksud pada Pembukaan UUD 1945.

-   Tanggal 20-22 Maret 1946 yang diselenggarakan di Madiun telah berhasil membentuk Pedoman Kerja Jawatan Kehutanan tahun
1946, sebagai penjabaran dari kebijakan politik pemerintah di bidang pengelolaan hutan. Kemudian, berdasarkan Surat Ketetapan Kepala Jawatan Kehutanan tanggal 4 Juli 1947 Nomor
2758/KBK/Yg. dibentuk satu Panitia Peraturan Kehutanan, yang diberikan tugas untuk meyusun rancangan peraturan-peraturan di bidang kehutanan.

-   Pada tanggal 12 Agustus 1947 pemerintah Indonesia membentuk Jawatan Kehutanan Sumatera berdasarkan Surat Keputusan Wakil Presiden R.I. Nomor I/WKP/SUM/47 yang berkedudukan di Bukititnggi. Wilayah kerja Jawatan Kehutanan Sumatera meliputi, (1) Daerah Pengawasan (Inspeksi) Kehutanan Sumatera Utara, yang berkedudukan di Tarutung, meliputi Karesidenan Aceh,
Sumatera Timur, dan Tapanuli; (2) Daerah Pengawasan (Inspeksi) Kehutanan Sumatera Tengah, yang berkedudukan di Buktitinggi, meliputi Karesidenan Sumatera Barat, Riau, dan Jambi; (3)
Daerah Pengawasan (Inspeksi) Sumatera Selatan, yang berkedudukan di Lubuklinggau, meliputi Karesidenan Palembang, Bengkulu, dan Lampung
3
1952

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1952 Jawatan
Kehutanan diberikan wewenang untuk menguasai dan mengelola tanah-tanah Negara yang ditetapkan sebagai kawasan hutan. Kemudian, wewenang penguasaan tanah-tanah hutan oleh Jawatan Kehutanan semakin dipertegas dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara (Lembaran Negara No. 14 Tahun 1953), yang pada masa pemerintahan kolonial Belanda diatur dengan Surat Keputusan Gubernur Jenderal tanggal 25 Januari 1919 No. 33 (Staatsblad 1911
No. 110).
4
1951

Dibentuk Panitia Penyusunan Rancangan Undang-Undang dan
Peraturan Hutan Luar Jawa dan Madura, berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Jawatan Kehutanan tanggal 25 Oktober 1951 No.
1767/KD/I/4, guna menyeragamkan peraturan pengelolaan hutan di luar Jawa dan Madura.
5
1957

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 1957 (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 169) tentang Penyerahan
Sebagian dari Urusan Pemerintah Pusat di Lapangan Perikanan, Laut, Kehutanan, dan Karet Rakyat kepada Daerah-daerah Swatantra Tingkat I. Di sisi lain, untuk memperkuat kelembagaan di bidang
pengelolaan hutan, maka dikeluarkan Peraturan Menteri Pertanian
tanggal 17 Maret 1951 No. 1/1951 tentang Lapangan Pekerjaan, Susunan, dan Tugas Kementerian Pertanian, yang menegaskan tugas





dan kewajiban Jawatan Kehutanan yang berada di dalam lingkungan
6
1960

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (Perpu) No. 19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara
7
1961

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 17 sampai No.
30 Tahun 1961 tentang Pembentukan Perusahaan-Perusahaan
Kehutanan Negara ( PERHUTANI) Meliputi :
Badan Pimpinan Umum (BPU ) Perhutani dan Perhutani-Perhutani Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tenggah, Sumatera Selatan, Riau, Sumatera Utara, Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan/Tenggara, dan Maluku.
8
1963

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1963 (LN.  Tahun  1963  No.  57)  tentang  Penunjukan  Hutan-hutan  yang
Pengusahaannya diserahkan kepada Perhutani.
9
1964

 Pemerintah membentuk Departemen Kehutanan sebagai institusi
negara  yang  diberwewenang  mengelola  dan  mengusahakan hutan di seluruh wilayah Indonesia.
-   Peraturan  Menteri  Kehutanan  No.  1  Tahun  1964  ditegaskan bahwa salah satu tugas Departemen Kehutanan adalah merencanakan,  membimbing,  mengawasi,  da melaksanakan
usaha-usah pemanfaata huta da kehutanan terutama
produksi dalam arti yang luas di bidang kehutanan, untuk meninggikan derajat kehidupan dan kesejahteraan rakyat dan Negara secara kekal.
10
1967

Pemerintah  mengeluarkan  Undang-Undang  Nomor  5  Tahun  1967
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan (LN. Tahun 1967 No.
8 dan Tambahan LN. No. 2823).
11
1970

 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
1970 yunto Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1975 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPH dan HPHH).
-   Setelah Peraturan Pemerintah ini dikeluarkan, mulailah kegiatan eksploitasi sumber daya hutan secara besarbesaran dilakukan pemerintah, terutama di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan  Irian  Jaya  (Papua)melalui  pemberian  konsesi  HPH  dan HPHH kepada pemilik modal asing maupun modal dalam negeri dalam bentuk Badan Usaha Milik Suasta ( BUMS) maupun kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN ).
-   Kemudian   disusul Peraturan Pemerintah Nomo 7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Tanaman Industri (HP-HTI),
12
1971

Pemerintah  mengeluarkan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  31  Tahun
1971 tentang Perencanaan Hutan.
Terjadi  kejanggalan  dimana  Peraturan  tentang  eksploitasi  sudah setahun  dikeluarkan  tetapi  peraturan  perencanaan  baru  diterbitkan
setahun kemudian
13
1985

Pemerintah  mengeluarkan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  28  Tahun
1985   tentang   Perlindungan   Hutan   baru   dikeluarkan   pemerintah setelah operasi pemegang HPH dan HPHH berlangsung selama lebih dari 15 tahun lamanya
14
Tahun
1980-an

 Pemerintah/Perhutan mengeluarkan kebijakan tentang program
Kehutanan Sosial (social forestry).
 Program ini menginvestasikan 5 persen dari pendapatan bersih





untuk proyek kehutanan social guna mengurangi degradasi hutan.
-   Sebelumnya    era    tahu         60    an    ada    Program    MALU (mantra=jagawana, lurah=kepala desa) tahun 1972 Program Kesejahteraan  Masyarakat  (Prosperity  Approach),  tahun  1982
Program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan (PMDH), 1984
Program Pembinaan Masyarakat Desa Hutan Terpadu (PMDHT), Program Agroforestry/Tumpangsari
15
1999

Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan
16
2001

Kebijakan lahirnya PHBtertuang dalam  Surat Keputusan Dewan
Pengawas  PeruPerhutani nomor  : 136/Kpts/Dir/2001  tanggal 29
Maret  2001  tentang  Pengelolaan  Sumber  daya  Hutan  Bersama
Masyarakat
17
2002

Diterbit-kannya Surat Keputusan nomor  001/Kpts/Dir/2002 tanggal
tentang Pedoman Berbagi Hasil Hutan Kayu tanggal 2 Januari 2002 dan Surat Keputusan nomor  002/Kpts/Dir/2002 tanggal 2 Januari
200 tentan Pedoma Sumbanga Perhutan kepad Upaya
Pengentasan Kemiskinan di Desa Hutan
18
2007

Diterbitkan      keputusan      Direksi      perum      perhutani      Nomor
268/KPTS/DIR/2007    tentang    Pengelolaan    Sumberdaya    Hutan
Bersama Masyarakat Plus (PHBM-Plus)


Pengelolaan Hutan Oleh Perhutani

No
Tahun
Kebijakan
1
1960
Undang-Undang No 19 /Prp/1960 tentang Perusahaan Negara

1961
 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1961 Tentang Perusahaan Kehutanan Negara
Jawa Timur
 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1961 Tentang Perusahaan Kehutanan Negara
Jawa Tengah
-   Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1961 Tentang Penyerahan penguasaan Hutan- hutan tertentu kepada Perusahaan-perusahaan Kehutanan Negara
2
1969
Perpu 1 tahun 1969 ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 9 tahun 1969 tentang Bentuk
Usaha-Usaha Negara
3
1972
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972 Perusahaan Kehutanan Negara Jawa Timur dan Jawa Tengah digabung menjadi Perum Perhutani, yang memiliki dua unit yaitu Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah dan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
4
1978
Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1978 tentang Penambahan Unit Produksi Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat.
5
1986
Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1986 tentang Perum Perhutani dengan wilayah kerja
Unit I Jawa Tengah, Unit II Jawa Timur dan Unit III Jawa Barat.
6
1999
Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1986 tentang Perum Perhutani diperbaharui dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 1999 tentang Perum Perhutani karena menyesuaikan dengan PP Nomor 13 tahun 1989 tentang Perum
7
2001
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2001 tentang pengalihan bentuk Perum
Perhutani menjadi Persero
8
2003
PT Perhutani (Persero) dirubah kembali menjadi Perum Perhutani berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 tahun 2003 tentang Perhutani.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar