Minggu, 03 Mei 2015

Jurnal hukum

MODEL PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BERBASIS
KEARIFAN LOKAL WISATA KRECEKAN DENU
DI WILAYAH LERENG GUNUNG WILIS

Sigit Sapto Nugroho[1] dan Nur Dewi Setyowati[2]

Abstract
Natural resource management based on local wisdom Tourism Krecekan Denu slopes of Mount Wilis in region had only done traditionally and it needs to be simple to develop new policies related to natural resource management based on local wisdom with the community so as to minimize the occurrence of conflict in society in accordance with the ideals state law and the demands of local autonomy.

Abstrak

Pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal Wisata Krecekan Denu Di Wilayah Lereng Gunung Wilis selama ini hanya dilakukan secara tradisional dan sederhana untuk itu perlu dikembangkan kebijakan baru berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam berbasis kearifan lokal bersama masyarakat sehingga dapat meminimalisir terjadinya konflik di dalam masyarakat sesuai dengan cita negara hukum dan tuntutan otonomi daerah.

Kata Kunci : Pengeloaan SDA, Kearifan Lokal

A.  Latar Belakang
Pembangunan sebenarnya sudah meningkat setiap tahunnya, namun sayangnya belum merata di setiap daerah.  Salah satu penyelesaian yang mungkin dilakukan adalah, pembangunan dengan mengutamakan kearifan lokal sebagai sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya sebagai dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal di bidang pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan. (www.passopatifm.com diunduh 27 Pebruari 2013;14:35WIB).
Pembangunan yang tepat bukan berarti menghilangkan adat istiadat atau menghilangkan kekayaan budaya pada suatu daerah, tapi sebenarnya, memajukan potensi dan kekayaan yang ada pada daerah tersebut. Sebab, jika pembangunan malah menghilangkan adat istiadat, maka bisa dipastikan bahwa bangsa tersbut akan kehilangan jati dirinya. Pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata Krecekan Denu merupakan wisata air terjun yang baru ditemukan oleh warga masyarakat di Desa Kepel yang terletak di wilayah lereng gunung wilis. Lokasi wisata Krecekan Denu  merupakan air terjun yang semula tersembunyi yang bisa dikatakan masih virgin dan alam disekitarnya bersahabat sejuk, dingin, dan segar memberikan sensasi natural. Krecekan Denu adalah wisata air terjun yang dikelilinggi hutan dan arah jalan menuju lokasipun tidak jauh dari jalan desa dengan sedikit renovasi yang dilakukan oleh warga masyarakat berupa jalan rabat.
Wisata Air Terjun Krecekan Denu merupakan wisata alam yang baru ditemukan oleh masyarakat (warga) sekitar yang lokasinya tersembunyi diantara jurang-jurang dan hutang lindung di lereng Gunung Wilis yang termasuk dalam wilayah Perum Perhutani KPH Madiun. oleh sebab itu, diperlukan adanya sistem pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal sehingga pembangunan tersebut akan  tepat sasaran, bahkan mungkin akan memberikan kesejahteraan  rakyat dan membawa kemajuan.
Pengelolaan wisata alam Air Terjun Krecekan Denu memberikan kemampuan masyarakat dalam mengelola dengan sistem dan pembentukan kelembagaan berbasis masyarakat sebagai upaya meningkatkan akses dan kontrol masyarakat terhadap pengembangan Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Ekonomi.
Dari segi sosial ekonomis, pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal, belum dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat dan bagi masyarakat sekitar lokasi yang menempati wilayah secara turun-temurun, dari tahun ke tahun tidak ada perubahan yang lebih baik dan bahkan tetap miskin dan sengsara. (Nurjaya, 1999, Nugroho, 2003, Subadi, 2005).
Dalam konteks otonomi daerah Perum Perhutani yang merupakan Badan pengelola hutan di Jawa juga mempunyai kewajiban untuk melakukan koordinasi dan kerjasama yang bersifat mutualistik dengan pemerintah daerah, mulai dari sinkronisasi perencanaan wilayah, penyusunan kebijakan dan program pemberdayaan masyarakat di desa-desa sekitar hutan.
Pengelolaan wisata alam Air Terjun Krecekan Denu berbasis kearifan lokal yakni kewenangan masyarakat untuk pengelolaan dalam pemanfaatan sumber daya alam, termasuk tanah dalam wilayahnya untuk keberlangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat disekitar lereng gunung wilis. Kearifan Lokal adalah sesuatu yang arif atau bersifat baik dari prinsif-prinsif lokal atau dalam wilayahnya sehingga menunjukan sesuatu kemaslahatan masyarakatnya.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.    Bagaimana pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata krecekan denu di Wilayah Lereng Gunung Wilis?
2.    Bagaimana respon masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata Krecekan Denu di Wilayah Lereng Gunung Wilis ?
3.    Bagaimana implikasi hukum yang ditimbulkan dari pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata Krecekan Denu di Wilayah Lereng Gunung Wilis  dan model kebijakan pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal yang ideal dimasa yang akan datang?

C.  Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dan yuridis  sosiologis, di mana penelitian akan diawali dengan cara melacak, menemukan dan menginventarisir dari aspek historis yuridis model kebijakan berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan di masa lalu. Penelitian difokuskan pada studi kepustakaan yaitu penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan dan kelembagaan yang berlaku (bahan hukum primer).
Dari bahan hukum tersebut, akan dilakukan pendekatan histories dari Pucta dan Savigny dan penafsiran hukum Dilthey dan George Gadamer dan dianalisis secara diskriptif kualitatif dengan pola induktif sehingga dapat ditarik abstrak dan kesimpulan yang mengambarkan model pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat dimasa lampau yang syarat dengan kekurangan dan kemungkinan juga kelebihannya. Selanjutnya bertitik tolak dari hasil temuan penelitian akan dapat ditemukan dan ditentukan model baru yang penting sebagai dasar pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya Model Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Kearifan Lokal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

D.  Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1.    Pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Kearifan Lokal Wisata Krecekan Denu Di Wilayah Lereng Gunung Wilis.
Wisata Air Terjun Krecekan Denu merupakan wisata alam yang baru ditemukan oleh masyarakat (warga) sekitar yang lokasinya tersembunyi diantara jurang-jurang dan hutang lindung di lereng gunung wilis yang termasuk dalam wilayah Perum Perhutani KPH Madiun. Tepatnya air terjun Krecekan Denu berada di petak 20b RPH Kresek BKPH Brumbun KPH Madiun,  Air Terjun Krecekan Denu terletak pada 7°42’52″S 111°39’43″E secara geografis terletak di Desa Kepel Kecamatan Kare Kabupaten Madiun. Dalam pembagian hutan pangkuan termasuk wengkon LMDH (MPSDH) Wono Lestari Desa Bolo Kecamatan Kare Kabupaten Madiun.
Lokasi wisata Krecekan Denu  merupakan air terjun yang semula tersembunyi yang bisa dikatakan masih virgin dan alam di sekitarnya bersahabat sejuk, dingin, dan segar memberikan sensasi natural. Krecekan Denu adalah wisata air terjun yang dikelilinggi hutan dan arah jalan menuju lokasipun tidak jauh dari jalan desa dengan sedikit renovasi yang dilakukan oleh warga masyarakat berupa jalan rabat. Dengan ketinggian kurang lebih    15 – 20 meter dan dihias dengan aliran sungai serta hutan yang mengelilingi area air terjun, dan jarak jangkau cukup dekat sekitar 20 Km dari pusat kota Madiun,  serta jalan yang sudah beraspal, menjadikan tempat ini salah satu tujuan wisata di kawasan lereng Gunung Wilis, meskipun debit air yang jatuh sangat dipengaruhi oleh air hujan. Saat hujan air yang turun cukup besar dan agak keruh, namun beberapa saat setelah hujan reda debit air akan mengecil.
Pengelolaan wisata alam Air Terjun Krecekan Denu berbasis kearifan lokal yakni pengelolaan yang didasarkan pada kewenangan masyarakat untuk melakukan pengelolaan dalam pemanfaatan sumber daya alam, termasuk tanah dalam wilayahnya untuk keberlangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat disekitar lereng Gunung Wilis dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip kearifan lokal di mana merupakan gagasan-gagasan atau nilai-nilai, pandangan-padangan setempat atau (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat yang terkandung pula kearifan budaya lokal.
Pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata Krecekan Denu Lereng Gunung wilis sampai saat ini belum ada kebijakan yang mengatur berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatanya, baik yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun maupun pihak Perhutani selaku pihak yang mengelola kawasan hutan di Wilayah Perum Perhutani KPH Madiun, yang salah satu kawasannya adalah air terjun Krecekan Denu.
Adanya pertambahan jumlah penduduk yang pesat berimplikasi kepada tekanan terhadap daya dukung lingkungan, meningkatnya kebutuhan akan pemukiman, lahan pertanian, perkebunan, perhutanan telah mendorong adanya eksploitasi terhadap sumber daya lam termasuk kawasan kehutanan tidak uput dari ancaman eksploitasi tersebut hanya sekedar untuk peningkatan PAD.
Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata air terjun Krecekan Denu di Lereng Gunung Wilis (Subadi & Nugroho 2012) terkendala antara lain :
a.         Aspek Penurunan Kualitas Lingkungan
Secara  garis besar berbagai permasalahan kerusakan lingkungan di kawasan Lereng Gunung Wilis antara lain meliputi: 1) disforestasi hutan, 2) degradasi lahan fisik habitab, 3) over- eksploitasi sumberdaya hutan, 4) banjir dan tanah longsor, 5) konversi kawasan hutan untuk pembangunan lainnya (non-kehutanan), 6) adanya pembalakan liar (ilegal logging).
b.        Aspek Sumberdaya Manusia
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia, di mana rata-rata tingkat pendidikan masyarakat sekitar kawasan hutan masih sangat rendah, hal ini akan berakibat pada keterbatasan dalam proses alih teknologi, penerimaan dan penyerapan informasi dan kesadaran menjaga kelestarian lingkungan.
c.         Aspek pengusaaan Teknologi
Tingkat pendidikan yang rendah pada masyarakat sekitar kawasan hutan di lereng Gunung wilis akan berdampak pada rendahnya dalam alih dan penguasaan teknologi, sehingga ini juga berdampak pada pengelolaan air terjun Krecekan Denu dikelola secara tradisional dan terkesan apa adanya.
d.        Aspek sosial
Kehidupan masyarakat sekitar hutan yang identik dengan kehidupan yang keras, kemiskinan, kesengsaraan, dan taraf pendidikan yang rendah, tetapi mereka memiliki rasa sosial dan kesetiakawanan yang tinggi namun mereka sulit diorganisir karena faktor SDM yang rendah sehingga adanya pembentukan organisasi kelompok pengelola juga membutuhkan pendampingan yang cukup sehingga mereka memahami hak dan kewajiban yang terwujud dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), yang nantinya dapat melakukan kerjasama (MOU) dengan pihak Perhutani dalam melakukan pengelolaan sumberdaya alam Wisata Krecekan Denu.
Berdasarkan faktor kendala sebagaimana di uraikan di atas maka model pengelolaan sumberdaya alam wisata air terjun Krecekan Denu Lereng Gunung Wilis perlu diupayakan antara lain :
a.         Peningkatan pembangunan sarana dan prasarana menuju dan di tempat wisata air terjun Krecekan Denu misalnya pembangunan jalan, tempat parkir, kawasan untuk pedagang, dan sarana lainnya.
b.        Merencanakan kawasan wisata air terjun Krecekan Denu sebagai bagian dari urban/regional desain untuk keserasian lingkungan.
c.         Meningkatkan daya tarik wisata melalui promosi dan informasi wisata daerah khususnya di Kabupaten Madiun.
d.        Menjaga kelestarian lingkungan kawasan wisata air terjun Krecekan Denu agar tetap terjaga keasliannya.
e.         Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian obyek wisata dan daya jual/saing.

2.    Respon Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Kearifan Lokal Wisata Krecekan Denu Di Wilayah Lereng Gunung Wilis.
Pengelolaan sumberdaya alam berbasis kearifan lokal wisata Air Terjun Krecekan Denu Lereng Gunung Wilis memberikan kemampuan masyarakat dalam mengelola dengan sistem dan pembentukan kelembagaan berbasis masyarakat sebagai upaya meningkatkan akses dan kontrol masyarakat terhadap pengembangan sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya ekonomi.
Berdasarkan hal tersebut di atas, strategi pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang dibutuhkan adalah strategi yang dapat merespon kepentingan dan kebutuhan penduduk miskin di desa-desa sekitar hutan, dan menempatkan program-program pengelolaan sumber daya alam  secara terintegrasi dengan pembangunan pedesaan yang melibatkan partisipasi masyarakat lokal.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata Krecekan Denu Lereng Gunung Wilis mendapatkan respon yang positip dari masyarakat sekitar kawasan air terjun Krecekan Denu khususnya masyarakat Desa Kepel Kecamatan Kare Kabupaten Madiun.
Sebagaimana diungkapkan oleh salah satu warga sekitar air terjun Krecekan Denu yang menyatakan :
Kulo sak wargo masyarakat desa remen sanget saksampunipun wonten grojokan Krecekan Denu amargi sakniki desane dadi rejo lan tambah rame, malah-malah menawi dinten Minggu kathah tiyang kitho sami dolan dateng grojokan Krecekan Denu (Saya dan seluruh warga masyarakat Desa sangat senang dengan adanya air terjun Krecekan Denu karena sekarang desa menjadi lebih makmur dan tambah ramai, apalagi kalau hari Minggu banyak orang-orang kota datang ke air terjun Krecekan Denu).(hasil wawancara dengan warga Desa Kepel pada tanggal 8 Juli 2013)

Harapan warga masyarakat tersebut di dukung oleh Kepala  Desa Kepel sebagaimana hasil wawancara :
“...ditemukannya air terjun Krecekan Denu di wilayah Lereng Gunung Wilis membawa berkah bagi masyarakat sekitar kawasan air terjun Krecekan Denu karena secara ekonomi dapat membantu menambah pendapatan masyarakat dari retribusi karcis masuk kawasan wisata, parkir dan warung-warung yang dibuka di kawasan wisata Krecekan Denu. Tetapi sampai saat ini upaya untuk optimalisasi potensi wisata air terjun Krecekan Denu masih diupayakan untuk mengajukan proposal ke pihak Perhutani terkait dengan rencana penataan objek wisata Krecekan Denu dan rencana pola penanganan ke depan.”  (hasil wawancara dengan Kepala Desa Kepel tanggal 8 Juli 2013)

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Paguyupan Pengelola Air Terjun Krecekan Denu yang menyatakan :
“Adanya air terjun Krecekan Denu yang ditemukan warga di hutan wilayah KPH Madiun sedikit banyak telah memberikan harapan bagi warga sekitar di mana dapat memberikan kontribusi secara ekonomi kepada warga masyarakat sekitar air terjun antara lain dari retribusi karcis masuk, pendapatan parkir dan hasil berjualan makanan dan minuman di sekitar lokasi air terjun. Untuk itu Paguyupan Pengelola Air Terjun Krecekan Denu mengharapkan uluran tangan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun untuk membuka akses wisata ke lokasi air terjun Krecekan Denu baik dari sarana prasarana maupun promosi wisata dalam agenda Pemerintah Kabupaten Madiun, karena selama  ini pengelolaan air terjun Krecekan Denu masih dilakukan secara sederhana. Salah satu upaya yang sudah dilakukan adalah mengirimkan proposal ke pihak Perum Perhutani untuk mengajak kerjasama penataan lokasi wisata Krecekan Denu karena wilayah air terjun masuk dari wilayah Perhutani KPH Madiun”. (Hasil wawancara dengan Bapak Slamet, tanggal 8 Juli 2013).

Untuk menyelaraskan sistem pengelolaan sumberdaya alam dengan kondisi lingkungannya, maka disatu pihak kepentingan masyarakat harus ditampung dalam kegiatan pengelolaan, sedang dilain pihak potensi yang  di manfaatkan untuk membentuk kinerja pengelolaan yang produktif bagi kepentingan bersama. Dengan kata lain sistem pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal perlu disusun sedemikian rupa sehingga kegiatannya sinergis dengan potensi yang dimiliki masyarakat sekitar kawasan air terjun Krecekan Denu Lereng Gunung Wilis yang merupakan salah satu kawasan milik Perum Perhutani KPH Madiun.
Untuk dapat mencapai hasil maksimal (prinsip produktivitas) dengan hasil yang diterima secara adil oleh kedua belah pihak (prinsip keadilan) maka sistem pengelolaan yang diciptakan harus memenuhi persyaratan kerjasama saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Dalam hal ini masyarakat tidak sekedar berpartisipasi, tidak sekedar sebagai mitra sejajar melainkan bersama-sama Perum Perhutani sebagai pelaku utama dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam air terjun Krecekan Denu. Untuk itu perlu adanya Nota kerjasama (Mou) antara masyarakat dengan pihak Perhutani, sehingga adanya hubungan yang sejajar antara masyarakat sekitar hutan dengan Perhutani merupakan hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) di mana menempatkan pasisi mereka  sebagai mitra  sejati (genuine partnership) hak dan kewajiban masing-masing pihak didasari kesepakatan dalam bentuk perjanjian kerjasama yang saling menguntungkan  dan mempunyai kepastian hukum.

3.    Implikasi Hukum Yang Ditimbulkan Dari Pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Kearifan Lokal Wisata Krecekan Denu Di Wilayah Lereng Gunung Wilis
a.    Implikasi Aspek Ekonomi
Adanya pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata Krecekan Denu Lereng Gunung Wilis di mana memanfaatkan potensi ekonomi lokal tentu saja dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Potensi pendapatan ekonomi masyarakat dapat diperoleh dari retribusi masuk kawasan wisata, parkir dan warung-warung yang berjualan di sekitar lokasi air terjun Krecekan Denu.
Apabila ke depan pengelolaan wisata Krecekan Denu sudah merupakan  bagian dari kebijakan pengembangan kawasan wisata alam Kabupaten Madiun tentu saja akan berdampak terhadap potensi pemasukan PAD Kabupaten Madiun.
b.    Implikasi Aspek Sosial
Masyarakat sekitar hutan  mengganggap  hutan mempunyai fungsi sebagai jalan keluar bagi problem yang mereka temui secara terus menerus, misalnya untuk memenuhi kebutuhan lahan dan untuk mencukupi kebutuhan pangan. Dalam pelaksanaannya, hak-hak masyarakat sekitar hutan untuk mengakses hutan yang telah turun temurun digunakan untuk memenuhi kebutuhannya (subsistensinya) menjadi terabaikan dan tergusur apabila berhadapan dengan pihak pengelolaan hutan yaitu Perum Perhutani.
Di mana pola hubungan yang selama ini terbentuk antara Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan yang menjadi petani hutan/pesanggem dan pekerja hutan/blandong adalah hubungan yang bersifat buruh dan majikan (patron - clien relationship) karena itu masyakat sekitar hutan diposisikan sebagai buruh yang sama sekali tidak mempunyai pilihan, tidak memiliki kemampuan tawar (bargaining powerless) sehinggga ada dalam posisi yang marjinal.Untuk itu dalam pengelolaan sumber daya alam air terjun Krecekan Denu yang lokasinya berada di kawasan hutan Perum Perhutani KPH Madiun,  maka pola hubungan tersebut harus diubah dengan pola hubungan yang saling menguntungkan dan sebagai mitra yang sejajar, di mana hak dan kewajiban masing-masing pihak didasari kesepakatan dalam bentuk perjanjian Nota kerjasama  (MoU) yang saling menguntungkan  dan mempunyai kepastian hukum.
c.    Implikasi Aspek Ekologis
 Dalam  konteks ekosistem fungsi hutan memiliki tiga dimensi yaitu perlindungan (protective), pengaturan (regulative), dan produktif . Fungsi hutan sebagai pelindung dapat terwujud dalam konservasi tanah dan air, perlindungan terhadap kekeringan, angin dan radiasi bagi tanaman budi daya, penepisan gangguan-gangguan (bau, sinar, kebisingan dan gas beracun). Fungsi hutan sebagai pengaturan (regulative) dapat berwujud dalam perbaikan kondisi atmosfir di daerah pemukiman dan daerah wisata, perbaikan rentang suhu  di daerah pemukiman, serta perbaikan keindahan lansdcape.
Adanya Pengelolaan Sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata Krecekan Denu Lereng Gunung Wilis  diharapkan akan membawa dampak positip bagi kelestarian lingkungan. Karena dengan adanya kerusakan kawasan hutan mengakibatkan fungsi ekologis daripada hutan tidak dapat dipenuhi dan tidak hanya merugikan masyarakat sekitar hutan saja dengan adanya bencana alam seperti; banjir, tanah longsor, kekeringan dan sebagainya tetapi juga merugikan masyarakat secara keseluruhan karena fungsi hutan sebagai perlindungan, pengaturan dan produksi tidak terpenuhi.  Dengan adanya kerjasama antara masyarakat sekitar hutan yang terwadahi dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan dengan Perhutani yang tertuang dalam perjanjian kerjasama diharapkan adanya tanggung jawab bersama dalam menjaga dan melestarikan sumber daya alam khususnya hutan dapat terwujud.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikembangkan model kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam wisata Krecekan Denu Lereng Gunung Wilis harus dikembalikan pada aturan hukum yang ada sebagaimana diatur dalam :
a.    Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yang mengatur masalah kewenangan penguasaan dan penggunaaan terhadap hutan serta kewenangan kepengurusan hutan. Di mana pada dasarnya kewenangan itu bertujuan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
b.    Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam undang-undang ini diatur tentang penetapan fungsi pariwisata dan rekreasi kawasan pelestarian alam meliputi taman nasional, taman wisata alam dan taman hutan raya.
c.    Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, di mana adanya tuntutan desentralisasi atau otonomi daerah merupakan keharusan termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam di daerah.
d.   Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor 268/KPTS/DIR/2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus (PHBM Plus). Sebagai respon terhadap otonomi daerah terhadap pengelolaan sumber daya hutan.
Berdasarkan atas dasar hukum tersebut, tentunya secara operasional belumlah cukup maka untuk mengatasai hal tersebut salah satu jalan keluar yang dapat dilakukan dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata Krecekan Denu Lereng Gunung Wilis yaitu melakukan kerjasama atau MOU dengan pihak-pihak terkait khususnya masyarakat, Perum Perhutani, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun.

E.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1.    Hasil penelitian awal menunjukan bahwa belum ada kebijakan berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam berbasis kearifan lokal di wilayah lereng gunung wilis di mana sampai saat ini pengelolaan terkendala aspek penurunan kualitas lingkungan, aspek sumberdaya manusia, aspek penguasaan teknologi dan aspek sosial sehingga pengelolaan sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat sekitar secara sederhana dan tradisional dengan sarana dan prasarana yang sangat minim. Untuk itu upaya yang dapat dilakukan antara lain peningkatan pembangunan sarana prasarana, merencanakan kawasan wisata sebagai bagian dari urban/regional desain untuk keserasian lingkungan, meingkatkan daya tarik wisata melalui promosi wisata, menjaga fungsi kelestarian lingkungan alam dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian obyek wisata.
2.    Respon masyarakat terhadap pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal di Wana Wisata Krecekan Denu pada dasarnya sangat setuju dan mendukung karena akan dapat membawa dampak yang positif baik dari segi ekonomi, sosial dan ekologis.
3.    Pelaksanaan pengelolaan pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal di Wana Wisata Krecekan Denu Lereng Gunung Wilis berimplikasi hukum terhadap aspek ekonomis di mana pelaksanaan pengelolaan wana wisata Krecekan Denu terutama wisata alam dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, Aspek sosial adanya kerjasama baik dari Pemerintah Daerah, Perum Perhutani KPH Madiun maupun masyarakat sehingga jelas hak dan kewajiban, serta aspek ekologis di mana fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan tetap terjaga kelestariannya sehingga mutu sumberdaya alam hutan dan lingkungan juga terjamin. Sedangkan model kebijakan yang dapat dikembangkan dalam pengelolaan wana wisata Krecekan Denu di Wilayah Lereng gunung Wilis harus dikembalikan pada aturan hukum yang sudah ada dan pengaturan secara teknis operasional dapat dilakukan dengan bentuk kerjasama atau perjanjian atau MOU dengan pihak lain yang bersifat saling menguntungkan (simbiosis mutualisme).

F.   Saran
  1. Melihat adanya respon masyarakat yang begitu baik dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal karena itu seyogyanya Pemerintah Daerah segera merespon  dengan melakukan pendekatan dan kerjasama dengan berbagai pihak yang berminat mengelola kawasan wisata Krecekan Denu dengan memberdayakan masyarakat guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
2.    Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal dan melakukan upaya sosialisasi dan publikasi secara intensif dan melibatkan lebih banyak pihak sehingga dapat menunjang pengembangan sektor pariwisata daerah.

DAFTAR PUSTAKA
                                                                                                     
Nugroho, S. Sapto, 2003, Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Dalam Perspektif Hukum (Studi di Wilayah Kerja Perum KPH Saradan), Tesis, Universitas Brawijaya, Malang.
Nurjaya, I Nyoman, 1999, Menuju Pengelolaan Sumberdaya Hutan yang Berorientasi pada Pola Kooperatif: Perspektif Legal Formal dalam Awang, san Afri & Bambang Adi S, (editor), Perubahan Arah dan Alternatif Pengelolaan Sumber daya Hutan perhutani di Jawa, Perhutani & Fakultas Kehutanan UGM, Jogjakarta, Hal. 105-117).

Subadi, (2005), Pengelolaan Sumber Daya Hutan Perhutani Dalam Perspektif Otonomi Daerah, Jurnal Penelitian Vol. 5, No. 2, Desember 2005, ISSN 1411-5344.

Subadi, Nugroho S Sapto, 2012, Model Mega Wana Agrowisata Kawasan Hutan Berbasis Pemberdayaan dan pendayagunaan Potensi Lokal di Lereng Gunug Wilis Kabupaten Madiun Jawa Timur,  Hibah Kompetensi Tahun Anggaran 2012.

http://www.passopatifm.com diunduh tanggal 27 Pebruari 2013;14:35WIB




[1] Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun
[2] Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Merdeka Madiun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar