MODEL PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
BERBASIS
KEARIFAN LOKAL WISATA KRECEKAN DENU
DI WILAYAH LERENG GUNUNG WILIS
Abstract
Natural
resource management based on local wisdom Tourism Krecekan Denu slopes
of Mount Wilis in region had only done
traditionally and it needs to be simple to
develop new policies
related to natural resource management
based on local wisdom with the community
so as to minimize the occurrence of conflict in society in accordance with the ideals state
law and the
demands of local autonomy.
Abstrak
Pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal Wisata Krecekan Denu Di Wilayah Lereng
Gunung Wilis selama ini hanya dilakukan secara tradisional dan sederhana untuk
itu perlu dikembangkan kebijakan
baru berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam berbasis kearifan
lokal bersama masyarakat sehingga dapat meminimalisir terjadinya konflik di dalam masyarakat sesuai dengan cita negara hukum dan tuntutan otonomi
daerah.
Kata
Kunci : Pengeloaan SDA, Kearifan Lokal
A. Latar Belakang
Pembangunan
sebenarnya sudah meningkat setiap tahunnya, namun sayangnya belum merata di
setiap daerah. Salah satu penyelesaian yang mungkin dilakukan adalah,
pembangunan dengan mengutamakan kearifan lokal sebagai sumber pengetahuan yang
diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang
terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya sebagai dasar untuk pengambilan
kebijakkan pada level lokal di bidang pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan
masyarakat pedesaan. (www.passopatifm.com diunduh 27 Pebruari
2013;14:35WIB).
Pembangunan
yang tepat bukan berarti menghilangkan adat istiadat atau menghilangkan
kekayaan budaya pada suatu daerah, tapi sebenarnya, memajukan potensi dan
kekayaan yang ada pada daerah tersebut. Sebab, jika pembangunan malah
menghilangkan adat istiadat, maka bisa dipastikan bahwa bangsa tersbut akan
kehilangan jati dirinya. Pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal
wisata Krecekan Denu merupakan wisata air terjun yang baru ditemukan oleh warga
masyarakat di Desa Kepel yang terletak di wilayah lereng gunung wilis. Lokasi
wisata Krecekan Denu merupakan air
terjun yang semula tersembunyi yang bisa dikatakan masih virgin dan alam
disekitarnya bersahabat sejuk, dingin, dan segar memberikan sensasi natural.
Krecekan Denu adalah wisata
air terjun yang dikelilinggi hutan dan arah jalan menuju lokasipun tidak jauh
dari jalan desa dengan sedikit renovasi yang dilakukan oleh warga masyarakat
berupa jalan rabat.
Wisata
Air Terjun Krecekan Denu merupakan wisata alam yang baru ditemukan oleh
masyarakat (warga) sekitar yang lokasinya tersembunyi diantara jurang-jurang dan hutang lindung di
lereng Gunung Wilis yang termasuk dalam wilayah Perum Perhutani KPH Madiun.
oleh sebab itu, diperlukan adanya sistem pengelolaan sumber daya alam berbasis
kearifan lokal sehingga
pembangunan tersebut akan tepat sasaran,
bahkan mungkin akan memberikan kesejahteraan rakyat dan membawa kemajuan.
Pengelolaan
wisata alam Air Terjun Krecekan Denu memberikan kemampuan masyarakat dalam
mengelola dengan sistem dan pembentukan kelembagaan berbasis masyarakat sebagai
upaya meningkatkan akses dan kontrol masyarakat terhadap pengembangan Sumberdaya
Alam, Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Ekonomi.
Dari
segi sosial ekonomis, pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal,
belum dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat dan bagi masyarakat sekitar lokasi
yang menempati wilayah secara turun-temurun, dari tahun ke tahun tidak ada
perubahan yang lebih baik dan bahkan tetap miskin dan sengsara. (Nurjaya, 1999,
Nugroho, 2003, Subadi, 2005).
Dalam
konteks otonomi daerah Perum
Perhutani yang merupakan Badan
pengelola hutan di Jawa juga mempunyai kewajiban untuk melakukan
koordinasi dan kerjasama yang bersifat mutualistik dengan pemerintah daerah,
mulai dari sinkronisasi perencanaan wilayah, penyusunan kebijakan dan program
pemberdayaan masyarakat di desa-desa sekitar hutan.
Pengelolaan
wisata alam Air Terjun Krecekan Denu berbasis kearifan lokal yakni kewenangan
masyarakat untuk pengelolaan dalam pemanfaatan sumber daya alam, termasuk tanah
dalam wilayahnya untuk keberlangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat
disekitar lereng gunung wilis. Kearifan Lokal adalah sesuatu yang arif atau
bersifat baik dari prinsif-prinsif lokal atau dalam wilayahnya sehingga menunjukan sesuatu
kemaslahatan masyarakatnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata krecekan
denu di Wilayah Lereng Gunung Wilis?
2. Bagaimana respon masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata Krecekan
Denu di Wilayah Lereng Gunung Wilis ?
3. Bagaimana implikasi hukum yang ditimbulkan
dari pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam berbasis
kearifan lokal wisata Krecekan Denu di Wilayah Lereng Gunung Wilis dan model kebijakan pengelolaan sumber daya alam
berbasis kearifan lokal yang
ideal dimasa yang akan datang?
C.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian yuridis normatif dan yuridis sosiologis, di mana penelitian akan diawali dengan cara
melacak, menemukan dan menginventarisir dari aspek historis yuridis model
kebijakan berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan di masa
lalu. Penelitian difokuskan pada studi kepustakaan yaitu penelitian terhadap
berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan dan kelembagaan yang berlaku (bahan hukum primer).
Dari bahan hukum tersebut, akan dilakukan pendekatan histories dari Pucta
dan Savigny dan penafsiran hukum Dilthey dan George Gadamer dan
dianalisis secara diskriptif kualitatif dengan pola induktif sehingga dapat
ditarik abstrak dan kesimpulan yang mengambarkan model pengelolaan sumber daya
hutan bersama masyarakat dimasa lampau yang syarat dengan kekurangan dan
kemungkinan juga kelebihannya. Selanjutnya bertitik tolak dari hasil temuan
penelitian akan dapat ditemukan dan ditentukan model baru yang penting sebagai
dasar pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya Model Pengelolaan Sumber Daya Alam
Berbasis Kearifan Lokal untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
D.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1. Pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Kearifan Lokal
Wisata Krecekan Denu Di Wilayah Lereng Gunung Wilis.
Wisata Air Terjun Krecekan Denu merupakan wisata alam
yang baru ditemukan oleh masyarakat (warga) sekitar yang lokasinya tersembunyi
diantara jurang-jurang dan hutang lindung di lereng gunung wilis yang termasuk
dalam wilayah Perum Perhutani KPH Madiun.
Tepatnya air terjun Krecekan Denu berada di petak 20b RPH Kresek BKPH Brumbun
KPH Madiun, Air Terjun Krecekan
Denu terletak pada 7°42’52″S 111°39’43″E secara geografis terletak di Desa
Kepel Kecamatan Kare Kabupaten Madiun. Dalam pembagian hutan pangkuan termasuk
wengkon LMDH (MPSDH) Wono Lestari Desa Bolo Kecamatan Kare Kabupaten Madiun.
Lokasi wisata Krecekan Denu merupakan air terjun yang semula tersembunyi
yang bisa dikatakan masih virgin dan alam di sekitarnya bersahabat sejuk,
dingin, dan segar memberikan sensasi natural. Krecekan Denu adalah wisata air
terjun yang dikelilinggi hutan dan arah jalan menuju lokasipun tidak jauh dari
jalan desa dengan sedikit renovasi yang dilakukan oleh warga masyarakat berupa
jalan rabat. Dengan ketinggian kurang
lebih 15 – 20 meter dan dihias dengan
aliran sungai serta hutan yang mengelilingi area air terjun, dan jarak jangkau
cukup dekat sekitar 20 Km dari pusat kota Madiun, serta jalan yang sudah beraspal, menjadikan tempat
ini salah satu tujuan wisata di kawasan lereng Gunung Wilis, meskipun debit air
yang jatuh sangat dipengaruhi oleh air hujan. Saat hujan air yang turun cukup
besar dan agak keruh, namun beberapa saat setelah hujan reda debit air akan
mengecil.
Pengelolaan wisata alam Air Terjun Krecekan Denu
berbasis kearifan lokal yakni pengelolaan yang didasarkan pada kewenangan
masyarakat untuk melakukan pengelolaan dalam pemanfaatan sumber daya alam,
termasuk tanah dalam wilayahnya untuk keberlangsungan hidup dan kesejahteraan
masyarakat disekitar lereng Gunung Wilis dengan tetap mengedepankan
prinsip-prinsip kearifan lokal di mana merupakan gagasan-gagasan atau
nilai-nilai, pandangan-padangan setempat atau (lokal) yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat
yang terkandung pula kearifan budaya lokal.
Pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam berbasis
kearifan lokal wisata Krecekan Denu Lereng Gunung wilis sampai saat ini belum
ada kebijakan yang mengatur berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatanya,
baik yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun maupun pihak Perhutani
selaku pihak yang mengelola kawasan hutan di Wilayah Perum Perhutani KPH
Madiun, yang salah satu kawasannya adalah air terjun Krecekan Denu.
Adanya pertambahan jumlah penduduk yang pesat
berimplikasi kepada tekanan terhadap daya dukung lingkungan, meningkatnya
kebutuhan akan pemukiman, lahan pertanian, perkebunan, perhutanan telah
mendorong adanya eksploitasi terhadap sumber daya lam termasuk kawasan
kehutanan tidak uput dari ancaman eksploitasi tersebut hanya sekedar untuk
peningkatan PAD.
Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan pengelolaan
sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata air terjun Krecekan Denu di
Lereng Gunung Wilis (Subadi & Nugroho 2012) terkendala antara lain :
a.
Aspek
Penurunan Kualitas Lingkungan
Secara
garis besar berbagai permasalahan kerusakan lingkungan di kawasan Lereng
Gunung Wilis antara lain meliputi: 1) disforestasi hutan, 2) degradasi lahan
fisik habitab, 3) over- eksploitasi sumberdaya hutan, 4) banjir dan tanah
longsor, 5) konversi kawasan hutan untuk pembangunan lainnya (non-kehutanan),
6) adanya pembalakan liar (ilegal logging).
b.
Aspek
Sumberdaya Manusia
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia, di mana
rata-rata tingkat pendidikan masyarakat sekitar kawasan hutan masih sangat
rendah, hal ini akan berakibat pada keterbatasan dalam proses alih teknologi,
penerimaan dan penyerapan informasi dan kesadaran menjaga kelestarian
lingkungan.
c.
Aspek
pengusaaan Teknologi
Tingkat pendidikan yang rendah pada masyarakat sekitar kawasan hutan di
lereng Gunung wilis akan berdampak pada rendahnya dalam alih dan penguasaan
teknologi, sehingga ini juga berdampak pada pengelolaan air terjun Krecekan
Denu dikelola secara tradisional dan terkesan apa adanya.
d.
Aspek
sosial
Kehidupan masyarakat sekitar hutan yang identik
dengan kehidupan yang keras, kemiskinan, kesengsaraan, dan taraf pendidikan
yang rendah, tetapi mereka memiliki rasa sosial dan kesetiakawanan yang tinggi
namun mereka sulit diorganisir karena faktor SDM yang rendah sehingga adanya
pembentukan organisasi kelompok pengelola juga membutuhkan pendampingan yang
cukup sehingga mereka memahami hak dan kewajiban yang terwujud dalam Lembaga
Masyarakat Desa Hutan (LMDH), yang nantinya dapat melakukan kerjasama (MOU)
dengan pihak Perhutani dalam melakukan pengelolaan sumberdaya alam Wisata
Krecekan Denu.
Berdasarkan faktor kendala sebagaimana di uraikan
di atas maka model pengelolaan sumberdaya alam wisata air terjun Krecekan Denu
Lereng Gunung Wilis perlu diupayakan antara lain :
a.
Peningkatan
pembangunan sarana dan prasarana menuju dan di tempat wisata air terjun
Krecekan Denu misalnya pembangunan jalan, tempat parkir, kawasan untuk
pedagang, dan sarana lainnya.
b.
Merencanakan
kawasan wisata air terjun Krecekan Denu sebagai bagian dari urban/regional
desain untuk keserasian lingkungan.
c.
Meningkatkan
daya tarik wisata melalui promosi dan informasi wisata daerah khususnya di
Kabupaten Madiun.
d.
Menjaga
kelestarian lingkungan kawasan wisata air terjun Krecekan Denu agar tetap
terjaga keasliannya.
e.
Meningkatkan
peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian obyek wisata dan daya
jual/saing.
2. Respon Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis
Kearifan Lokal Wisata Krecekan Denu Di Wilayah Lereng Gunung Wilis.
Pengelolaan sumberdaya alam berbasis kearifan lokal
wisata Air Terjun Krecekan Denu Lereng
Gunung Wilis memberikan kemampuan masyarakat dalam mengelola dengan
sistem dan pembentukan kelembagaan berbasis masyarakat sebagai upaya
meningkatkan akses dan kontrol masyarakat terhadap pengembangan sumberdaya
alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya ekonomi.
Berdasarkan hal tersebut di atas, strategi
pemanfaatan dan pengelolaan sumber
daya alam yang dibutuhkan adalah strategi yang dapat merespon
kepentingan dan kebutuhan penduduk miskin di desa-desa sekitar hutan, dan
menempatkan program-program pengelolaan
sumber daya alam secara
terintegrasi dengan pembangunan pedesaan yang melibatkan partisipasi masyarakat
lokal.
Berdasarkan hasil
penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa pelaksanaan pengelolaan sumber daya
alam berbasis kearifan lokal wisata Krecekan Denu Lereng Gunung Wilis
mendapatkan respon yang positip dari masyarakat sekitar kawasan air terjun
Krecekan Denu khususnya masyarakat Desa Kepel Kecamatan Kare Kabupaten Madiun.
Sebagaimana diungkapkan
oleh salah satu warga sekitar air terjun Krecekan Denu yang menyatakan :
“Kulo sak wargo masyarakat desa
remen sanget saksampunipun wonten grojokan Krecekan Denu amargi sakniki desane
dadi rejo lan tambah rame, malah-malah menawi dinten Minggu kathah tiyang kitho
sami dolan dateng grojokan Krecekan Denu (Saya dan seluruh warga masyarakat
Desa sangat senang dengan adanya air terjun Krecekan Denu karena sekarang desa
menjadi lebih makmur dan tambah ramai, apalagi kalau hari Minggu banyak
orang-orang kota datang ke air terjun Krecekan Denu).(hasil wawancara dengan
warga Desa Kepel pada tanggal 8 Juli 2013)
Harapan warga masyarakat
tersebut di dukung oleh Kepala Desa
Kepel sebagaimana hasil wawancara :
“...ditemukannya air terjun Krecekan Denu di wilayah Lereng Gunung Wilis
membawa berkah bagi masyarakat sekitar kawasan air terjun Krecekan Denu karena
secara ekonomi dapat membantu menambah pendapatan masyarakat dari retribusi
karcis masuk kawasan wisata, parkir dan warung-warung yang dibuka di kawasan
wisata Krecekan Denu. Tetapi sampai saat ini upaya untuk optimalisasi potensi
wisata air terjun Krecekan Denu masih diupayakan untuk mengajukan proposal ke
pihak Perhutani terkait dengan rencana penataan objek wisata Krecekan Denu dan
rencana pola penanganan ke depan.”
(hasil wawancara dengan Kepala Desa Kepel tanggal 8 Juli 2013)
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Paguyupan
Pengelola Air Terjun Krecekan Denu yang menyatakan :
“Adanya air
terjun Krecekan Denu yang ditemukan warga di hutan wilayah KPH Madiun sedikit
banyak telah memberikan harapan bagi warga sekitar di mana dapat memberikan
kontribusi secara ekonomi kepada warga masyarakat sekitar air terjun antara
lain dari retribusi karcis masuk, pendapatan parkir dan hasil berjualan makanan
dan minuman di sekitar lokasi air terjun. Untuk itu Paguyupan Pengelola Air
Terjun Krecekan Denu mengharapkan uluran tangan dari Pemerintah Daerah
Kabupaten Madiun untuk membuka akses wisata ke lokasi air terjun Krecekan Denu
baik dari sarana prasarana maupun promosi wisata dalam agenda Pemerintah
Kabupaten Madiun, karena selama ini
pengelolaan air terjun Krecekan Denu masih dilakukan secara sederhana. Salah
satu upaya yang sudah dilakukan adalah mengirimkan proposal ke pihak Perum
Perhutani untuk mengajak kerjasama penataan lokasi wisata Krecekan Denu karena
wilayah air terjun masuk dari wilayah Perhutani KPH Madiun”. (Hasil wawancara
dengan Bapak Slamet, tanggal 8 Juli 2013).
Untuk
menyelaraskan sistem pengelolaan sumberdaya
alam dengan kondisi lingkungannya, maka disatu pihak kepentingan
masyarakat harus ditampung dalam kegiatan pengelolaan, sedang dilain pihak potensi yang di manfaatkan untuk membentuk kinerja
pengelolaan yang produktif bagi kepentingan bersama. Dengan kata lain sistem
pengelolaan sumber daya alam
berbasis kearifan lokal perlu disusun sedemikian rupa sehingga
kegiatannya sinergis dengan potensi yang dimiliki masyarakat sekitar kawasan air terjun Krecekan Denu Lereng Gunung Wilis yang merupakan salah
satu kawasan milik Perum Perhutani KPH Madiun.
Untuk dapat
mencapai hasil maksimal (prinsip produktivitas) dengan hasil yang diterima
secara adil oleh kedua belah pihak (prinsip keadilan) maka sistem pengelolaan
yang diciptakan harus memenuhi persyaratan kerjasama saling menguntungkan (simbiosis
mutualisme). Dalam hal ini masyarakat tidak sekedar berpartisipasi, tidak
sekedar sebagai mitra sejajar melainkan bersama-sama Perum Perhutani sebagai
pelaku utama dalam melakukan
pengelolaan sumber daya alam air terjun Krecekan Denu. Untuk itu perlu adanya
Nota kerjasama (Mou) antara masyarakat dengan pihak Perhutani, sehingga adanya
hubungan yang sejajar antara masyarakat sekitar hutan dengan Perhutani
merupakan hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) di mana menempatkan pasisi mereka sebagai mitra
sejati (genuine partnership) hak dan kewajiban masing-masing pihak didasari kesepakatan dalam
bentuk perjanjian kerjasama yang saling menguntungkan dan mempunyai kepastian hukum.
3. Implikasi Hukum Yang Ditimbulkan Dari Pelaksanaan Pengelolaan Sumber
Daya Alam Berbasis Kearifan Lokal Wisata Krecekan Denu Di Wilayah Lereng Gunung
Wilis
a. Implikasi Aspek Ekonomi
Adanya pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal wisata Krecekan
Denu Lereng Gunung Wilis di mana memanfaatkan potensi ekonomi lokal tentu saja
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Potensi pendapatan ekonomi masyarakat
dapat diperoleh dari retribusi masuk kawasan wisata, parkir dan warung-warung
yang berjualan di sekitar lokasi air terjun Krecekan Denu.
Apabila ke depan pengelolaan wisata Krecekan Denu
sudah merupakan bagian dari kebijakan
pengembangan kawasan wisata alam Kabupaten Madiun tentu saja akan berdampak
terhadap potensi pemasukan PAD Kabupaten Madiun.
b. Implikasi Aspek Sosial
Masyarakat sekitar
hutan mengganggap hutan mempunyai fungsi sebagai jalan keluar
bagi problem yang mereka temui secara terus menerus, misalnya untuk memenuhi
kebutuhan lahan dan untuk mencukupi kebutuhan pangan. Dalam pelaksanaannya,
hak-hak masyarakat sekitar hutan untuk mengakses hutan yang telah turun temurun
digunakan untuk memenuhi kebutuhannya (subsistensinya) menjadi
terabaikan dan tergusur
apabila berhadapan dengan pihak pengelolaan hutan yaitu Perum Perhutani.
Di mana pola
hubungan yang selama ini terbentuk antara Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan yang
menjadi petani hutan/pesanggem dan pekerja hutan/blandong adalah
hubungan yang bersifat buruh dan majikan (patron - clien relationship)
karena itu masyakat sekitar hutan diposisikan sebagai buruh yang sama sekali
tidak mempunyai pilihan, tidak memiliki kemampuan tawar (bargaining
powerless) sehinggga ada dalam posisi yang marjinal.Untuk itu dalam pengelolaan sumber daya alam air
terjun Krecekan Denu yang lokasinya berada di kawasan hutan Perum Perhutani KPH
Madiun, maka pola hubungan tersebut
harus diubah dengan pola hubungan yang saling menguntungkan dan sebagai mitra
yang sejajar, di mana hak dan kewajiban
masing-masing pihak didasari kesepakatan dalam bentuk perjanjian Nota kerjasama (MoU) yang saling
menguntungkan dan mempunyai kepastian
hukum.
c. Implikasi Aspek Ekologis
Dalam konteks ekosistem fungsi hutan memiliki tiga
dimensi yaitu perlindungan (protective), pengaturan (regulative),
dan produktif . Fungsi hutan sebagai pelindung dapat terwujud dalam konservasi
tanah dan air, perlindungan terhadap kekeringan, angin dan radiasi bagi tanaman
budi daya, penepisan gangguan-gangguan (bau, sinar, kebisingan dan gas
beracun). Fungsi hutan sebagai pengaturan (regulative) dapat berwujud
dalam perbaikan kondisi atmosfir di daerah pemukiman dan daerah wisata,
perbaikan rentang suhu di daerah
pemukiman, serta perbaikan keindahan lansdcape.
Adanya Pengelolaan Sumber
daya alam berbasis kearifan
lokal wisata Krecekan Denu Lereng Gunung Wilis diharapkan akan membawa dampak positip bagi
kelestarian lingkungan. Karena dengan adanya kerusakan kawasan hutan mengakibatkan fungsi
ekologis daripada hutan tidak dapat dipenuhi dan tidak hanya merugikan
masyarakat sekitar hutan saja dengan adanya bencana alam seperti; banjir, tanah
longsor, kekeringan dan sebagainya tetapi juga merugikan masyarakat secara
keseluruhan karena fungsi hutan sebagai perlindungan, pengaturan dan produksi
tidak terpenuhi. Dengan adanya
kerjasama antara masyarakat
sekitar hutan yang terwadahi dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan dengan Perhutani yang tertuang dalam perjanjian kerjasama
diharapkan adanya tanggung jawab bersama dalam menjaga dan melestarikan sumber
daya alam khususnya hutan
dapat terwujud.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikembangkan model
kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam wisata Krecekan Denu Lereng Gunung
Wilis harus dikembalikan pada aturan hukum yang ada sebagaimana diatur dalam :
a.
Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yang mengatur masalah kewenangan
penguasaan dan penggunaaan terhadap hutan serta kewenangan kepengurusan hutan.
Di mana pada dasarnya kewenangan itu bertujuan untuk mencapai sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
b.
Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dalam undang-undang ini diatur tentang penetapan fungsi pariwisata dan rekreasi
kawasan pelestarian alam meliputi taman nasional, taman wisata alam dan taman
hutan raya.
c.
Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, di mana adanya tuntutan
desentralisasi atau otonomi daerah merupakan keharusan termasuk dalam
pengelolaan sumber daya alam di daerah.
d.
Surat
Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor 268/KPTS/DIR/2007 Tentang Pedoman
Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus (PHBM Plus). Sebagai
respon terhadap otonomi daerah terhadap pengelolaan sumber daya hutan.
Berdasarkan atas dasar hukum tersebut, tentunya
secara operasional belumlah cukup maka untuk mengatasai hal tersebut salah satu
jalan keluar yang dapat dilakukan dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis
kearifan lokal wisata Krecekan Denu Lereng Gunung Wilis yaitu melakukan
kerjasama atau MOU dengan pihak-pihak terkait khususnya masyarakat, Perum
Perhutani, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun.
E.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil penelitian awal menunjukan bahwa belum ada kebijakan berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam berbasis
kearifan lokal di wilayah lereng gunung wilis di mana sampai saat ini pengelolaan terkendala aspek penurunan kualitas
lingkungan, aspek sumberdaya manusia, aspek penguasaan teknologi dan aspek
sosial sehingga pengelolaan sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat
sekitar secara sederhana dan tradisional dengan sarana dan prasarana yang
sangat minim. Untuk itu upaya yang dapat dilakukan
antara lain peningkatan pembangunan sarana prasarana, merencanakan kawasan
wisata sebagai bagian dari urban/regional desain untuk keserasian lingkungan,
meingkatkan daya tarik wisata melalui promosi wisata, menjaga fungsi
kelestarian lingkungan alam dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam
menjaga kelestarian obyek wisata.
2. Respon masyarakat terhadap pelaksanaan
pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal di Wana Wisata Krecekan
Denu pada dasarnya sangat setuju dan mendukung karena akan dapat membawa dampak
yang positif baik dari segi ekonomi, sosial dan ekologis.
3. Pelaksanaan pengelolaan pengelolaan sumber
daya alam berbasis kearifan lokal di Wana Wisata Krecekan Denu Lereng Gunung
Wilis berimplikasi hukum terhadap aspek ekonomis di mana pelaksanaan
pengelolaan wana wisata Krecekan Denu terutama wisata alam dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat, Aspek sosial adanya kerjasama baik dari Pemerintah Daerah,
Perum Perhutani KPH Madiun maupun masyarakat sehingga jelas hak dan kewajiban,
serta aspek ekologis di mana fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan tetap
terjaga kelestariannya sehingga mutu sumberdaya alam hutan dan lingkungan juga
terjamin. Sedangkan model kebijakan yang dapat dikembangkan dalam pengelolaan
wana wisata Krecekan Denu di Wilayah Lereng gunung Wilis harus dikembalikan
pada aturan hukum yang sudah ada dan pengaturan secara teknis operasional dapat
dilakukan dengan bentuk kerjasama atau perjanjian atau MOU dengan pihak lain
yang bersifat saling menguntungkan (simbiosis mutualisme).
F.
Saran
- Melihat
adanya respon masyarakat yang begitu baik dalam pengelolaan sumber daya
alam berbasis kearifan lokal karena itu seyogyanya Pemerintah Daerah segera
merespon dengan melakukan
pendekatan dan kerjasama dengan berbagai pihak yang berminat mengelola
kawasan wisata Krecekan Denu
dengan memberdayakan masyarakat guna mewujudkan
kesejahteraan masyarakat sekitar.
2.
Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal dan
melakukan upaya sosialisasi dan publikasi secara intensif dan melibatkan lebih
banyak pihak sehingga dapat
menunjang pengembangan sektor pariwisata daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, S.
Sapto, 2003, Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Dalam
Perspektif Hukum (Studi di Wilayah Kerja Perum KPH Saradan), Tesis,
Universitas Brawijaya, Malang.
Nurjaya,
I Nyoman, 1999, Menuju Pengelolaan Sumberdaya Hutan yang Berorientasi pada
Pola Kooperatif: Perspektif Legal Formal dalam Awang, san Afri &
Bambang Adi S, (editor), Perubahan Arah dan Alternatif Pengelolaan
Sumber daya Hutan perhutani di Jawa, Perhutani & Fakultas
Kehutanan UGM, Jogjakarta, Hal. 105-117).
Subadi, (2005), Pengelolaan
Sumber Daya Hutan Perhutani Dalam Perspektif Otonomi Daerah, Jurnal
Penelitian Vol. 5, No. 2, Desember 2005, ISSN 1411-5344.
Subadi, Nugroho S Sapto,
2012, Model Mega Wana Agrowisata Kawasan
Hutan Berbasis Pemberdayaan dan pendayagunaan Potensi Lokal di Lereng Gunug
Wilis Kabupaten Madiun Jawa Timur,
Hibah Kompetensi Tahun Anggaran 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar