Bagian I
Sumber Daya Alam
1.1. Pengertian Sumber Daya
Istilah sumber daya (resource), mulai populer di Indonesia
sejak dekade 1980-an. Hal ini tercermindari penggunaan istilah sumber daya
dalam peraturan perundang-undangan di bawah tahun 1980-an dan setelah tahun
1980-an. Dalam berbagai perturan perundang-undangan di bawah tahun 1980-an,
istilah sumber daya lebih disebut sebagai kekayaan atau sumber (alam). Pada
peraturan perundang-undangan di atas tahun 1980-an, istilah sumber daya menjadi
umum digunakan untuk merujuk pada berbagai konotasi seperti sumber daya
manusia, sumber aya alam dan sumber daya buatan.
Pada dasarnya istilah sumber daya
merujuk pada sesuatu yang memiliki nilai ekonomi atau dapat memenuhi kebutuhan
manusia, atau input-input bersifat langka yang dapat menghasilkan utilitas
(kegunaan/kemanfaatan) baik melalui proses produksi maupun bukan, dalam bentuk
barang dan jasa. Secara etimologis istilah sumber daya dapat berarti merujuk
pada beberapa pengertian sebagai : (1) kemampuan untuk memenuhi atau menangani
sesuatu; (2) Sumber persediaan, penunjang dan pembantu: (3) Sarana yang
dihasilkan oleh kemampuan atau pemikiran seseorang. Dengan demikian pengertian
sumber daya sangat luas, yang dapat meliputi sumber daya alam, manusia, modal,
buatan dan sebagainya.
Dalam beberapa literatur juga dijumpai
pengertian sumber daya sebagai sebutan
singkat untuk sumber daya alam. Beberapa definisi mengenai sumber daya dapat
disajikan sebagai berikut :
a.
Seluruh faktor produksi/input produksi
untuk menghasilan output.
b.
Berbagai faktor produksi yang
dimobilisasikan dalam suatu proses produksi, atau lebih umum dalam aktivitas
ekonomi, misalkan moodal, tenaga manusia, energi, air mineral dan lain-lain.
c.
Aset untuk pemenuhan kepuasan dan
utilitas manusia.
d.
Segala bentuk input yang dapat
menghasilkan utilitas (kemanfaatan) dalam proses produksi atau penyediaan
barang dan jasa.
e.
Sumber daya adalah unsur lingkungan
hidup yang terdiri atas smber daya manusia, sumber daya alam, baik hayati
maupun non hayati, dan sumber daya buatan.
Dari definsi sumber daya di atas dapat
diyatakan bahwa secara konseptual istilah sumber daya merujuk pada pengertian :
(1) Terkait dengan kegunaan (usefulness);
(2) Diperlukan sebagai sarana untuk mencapai tujuan; (3) Menghasilakan utilitas
(kepuasan) dengan melalui aktivitas produksi; dan (4) Utilitas dikonsumsi baik
secara langsung maupun tidak langsung (jasa lingkungan, pemandangan dll).
1.2.
Pengertian SDA
Merujuk pada istilah sumber daya, maka
SDA dapat dimengerti sebagai bagian dari sumber daya secara luas. Dari
pengertian sumber daya SDA dapat berbentuk sebagai : (1) faktor produksi dari
alam yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa; (2) Komponen dari
ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang beranfaat bagi kebutuhan
manusia; (3) Sumber daya yang disediakan/Dibentuk oleh alam.
Definisi SDA yang disajikan oleh
kantor menteri Negara Lingkungan Hidup sebagaimana dikutip oleh Maria SW
Sumardjono dkk (2011:12) dinyatakan bahwa SDA adalah kesatuan tanah, air dan
ruang udara termasuk kekayaan alam yang ada di atas dan di dalamnya yang merupakan hasil proses
alamiah baik hayati maupun non hayati, terbarukan dan tidak terbarukan, sebagai
fungsi kehidupan yang meliputi fungsi ekonomi, sosial dan lingkungan.
Sebagaimana pendapat Rustiadi dalam
Maria SW Sumardjono dkk (2011) mengajukan lebih generik dengan memberikan pra
kondisi mengenai SDA. Dalam definisi tersebut dinyatakan bahwa SDA merupakan
sumber daya yang tersedia secara alamiah, dengan kondisi jika : (1) Manusia
telah memiliki atau menguasai teknologi untuk memanfaatkannya, (2) adanya permintaan
untuk memanfaatkannya. Secara skematik dapat digambarkan sebagai
berikut :
TERSEDIA/SIAP
DIMANFAATKAN
|
INPUT
PRODUKSI
(KAYU,
MINERAL,ENERGI
|
UTILITAS
LANGSUNG
(AIR,
UDARA, DLL)
|
UTILITAS
TDK LANGSUNG
(PEMANDANGAN,
JASA LINGKUNGAN)
|
Terdapat berbagai cara mengelompokan
atau mengklasifikasikan SDA. Salah satu cara mengklasifikasikan yang paling
umum adalah dengan memilah sumber daya atas SDA yang dapat diperbaharui (renewable resources) atau dipakai
istilah flows dan SDA yang tidak
dapat diperbaharui (no-renewable
resources) atau dipakai istilah stock.
Ketersediaan kuantitas fisik SDA
berbentuk stock bersifat tetap, yaitu
jumlah yang sudah dipakai saat ini tidak akan tersedia lagi di masa depan. Oleh
karena itu stock bersifat dapat habis
dan tidak dapat diperbaharui. Sedangkan yang bersifat flows dapat diperbaharui dan dapat dikelola keberlanjutan dalam
menghasilkan barang dan jasa.
Klasifikasi SDA menurut Hanley dapat
digambarkan dalam bagan berikut :
STOCK
TIDAK DAPAT DIPERBAHARUI
|
HABIS DIKONSUMSI
CONTOH :
- MINYAK
- GAS
- BATUBARA
|
DAPAT DIDAUR ULANG
CONTOH :
-
BESI
-
TEMBAGA
-
ALUMINIUM
|
TIDAK
MEMILIKI
CONTOH :
- UDARA
- ANGIN
|
MEMILIKI TITIK KRITIS
CONTOH :
- IKAN
- HUTAN
- TANAH
|
ENERGI
CONTOH :
- SURYA
- ANGIN
- MINYAK
|
MATERIAL
METALIK
CONTOH :
- BESI
- TEMBAGA
-ALUMINIUM
|
MATERIAL
NON
METALIK
CONTOH :
- PASIR
- BATU
- AIR
|
Dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia belum ditemukan definisi hukum tentang sumber daya alam. Pengertian
tentang sumber daya alam dapat ditelusuri dari pandangan beberapa pakar.
Menurut Kartodihardjo sebagaimana dikutip Yance Arizona(2008 : 1) sumber daya
alam dapat digolongkan ke dalam dua bentuk. Pertama, sumber daya alam
sebagai stock atau modal alam (natural capital) seperti watershed, danau, kawasan lindung,
pesisir, dll, yang keberadaannya tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Kedua,
sumber daya alam sebagai faktor produksi atau sebagai barang/komoditas seperti
kayu, rotan, air, mineral, ikan, dll, yang diproduksi oleh berbagai
sektor/dinas sebagai sumber-sumber ekonomi.
Lebih jauh Kartodihardjo mengatakan,
bahwa sumber daya alam dalam bentuk stock
dapat menghasilkan fungsi-fungsi yang in-tangible
sifatnya, seperti menyimpan air dan mencegah terjadinya banjir di musim hujan
dan mengendalikan kekeringan di musim kemarau, menyerap CO2 yang ada
di udara, mempertahankan kesuburan tanah, mengurai berbagai bahan beracun,
maupun kekayaan alam sebagai sumber pengetahuan serta hubungan sosial dan
budaya masyarakat, dll.
Sumber daya alam dalam bentuk stock mempunyai fungsi-fungsi yang
berguna bagi publik, dan fungsi-fungsi tersebut tidak dapat dibagi-bagikan
kepada perorangan dan tidak pula dapat dimiliki oleh perorangan, meskipun
setiap orang memerlukannya.
Pengertian lain tentang sumber daya
alam dikemukakan oleh Gibbs dan Bromley yang menyebutkan: “natural resources (sumber daya alam) exist as stock, such as coal or
mineral deposits, or flows such as water, sunlight, forest or fisheries.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) mengartikan stock sebagai “sumber daya alam yang
tersedia dalam jumlah, kualitas, tempat dan waktu tertentu,” sedangkan flows adalah “aliran sumber daya alam
baik berupa penambahan maupun pengurangan stock yang ada di alam.” Sebagai stock sumber daya alam tidak dapat
diperbaharui: apa yang dimanfaatkan sekarang tidak dapat dimanfaatkan kemudian
hari. Sedangkan sebagai flows sumber
daya alam dapat diperbaharui. Bila dikelola dengan baik dapat memberikan
manfaat yang berlanjut: apa yang dimanfaatkan sekarang dapat memberikan manfaat
lagi dikemudian hari.
Dietz menyebutkan “sumber daya alam bukan hanya dihubungkan dengan ketersediaanya saja
atau karena kegunaan potensialnya yang menjadikan unsur-unsur alam, seperti
bahan galian, lahan, air, tumbuhan dan satwa, udara, sumber-sumber energi,
sebagai suatu sumber daya tetapi karena penggunaan dampak aktualnya bagi
manusia. Alam menjadi suatu sumber daya apabila manusia berhubungan dengan
alam. Jadi ia merupakan sumber daya dalam pengertian sosialnya.” Sedangkan
menurut BAPPENAS, sumber daya alam Indonesia diartikan sebagai “semua sumber daya baik dalam bentuk materi, energi, dan informasi yang tersedia di alam,
baik di dalam maupun di muka bumi, yang berada pada satu kesatuan ekosistem
Indonesia.” Termasuk dalam pengertian sumber daya alam adalah ekonomi
berbasis sumber daya alam seperti pertanian, karena kegiatan tersebut
memanfaatkan dan mempengaruhi berbagai unsur alam.
Dari definisi sumber daya alam yang
disebut di atas, maka sumber daya alam dapat dibedakan berdasarkan fungsinya
(pendapat Kartodihardjo) dan berdasarkan jenisnya (Gibbs dan Bromley).
Sedangkan pendapat Dietz dan BAPPENAS tidak membedakan sumber daya alam
berdasarkan fungsi maupun jenisnya, karena sumber daya alam didefinisikan atas
apa saja yang bisa diberikan alam dalam hubungan aktualnya dengan manusia.
1.3. Hak Atas Sumber Daya Alam
a. Rezim Hak Kepemilikan
Dalam Rezim Hak Kepemilikan (Property Rights
Regime), hak atas sumberdaya digolongkan ke dalam empat jenis hak,
yaitu open access (tak bertuan),private property (kepemilikan
pribadi), state property (kepemilikan negara),dan common property (kepemilikan
bersama).
·
Open Access
Dalam open acces sumber daya alam dipandang
tidak dimilikioleh siapa pun. Oleh karena itu, masyarakat merdeka
melakukanpemanfaatan dengan caranya sendiri. Sebagian masyarakatmemanfaatkannya
secara arif. Namun lebih banyak lagi yangmemanfaatkannya secara tidak
bijaksana. Dalam terminologi GarretHardin (ahli biologi dan ekologi manusia),
ketidak-arifan dalampengelolaan sumber daya tersebut menghasilkan suatu “tragedy
ofthe commons”, yaitu suatu bentuk kehancuran sumber daya akibatadanya
pendayagunaan yang berlebihanTragedi menurut terminologi Hardin itu “hanya
terjadi” jikatidak terdapat aturan main yang jelas tentang pendayagunaansumber
daya alam, sehingga setiap anggota masyarakat berpacuuntuk memaksimumkan
pemenuhan kebutuhan individualnyamelalui pendayagunaan sumber daya alam tanpa
memperhatikankebutuhan anggota masyarakat lainnya maupun daya-dukungsumber daya
yang bersangkutan karena sumber daya alam dianggapsebagai milik bersama (common
property).
Kritik Hardin terhadapketiadaan aturan tentang
pendayagunaan sumber daya alamditujukan kepada kepemilikan bersama (common
property). Tetapisebenarnya yang dikritik Hardin adalah pada open acces atau
resnulliusdimana sumber daya alam dianggap tanpa pemilikJadi, seseorang dapat menentukan pengaturan
[tentang] pengelolaansumber daya alam [sebagai sesuatu] yang terdiri atas (i)
pengaturan akses(terhadap pengelolaan aliran sumber daya alam) yang didasarkan
padapengaturan tentang pembagian hasil, dan (ii) pengaturan konservasi(pada
pengelolaan cadangan sumber daya alam) yang menekankanpada pembatasan pengeluaran
jumlah sumber daya, mengorganisirpemeliharaan dan pengambilalihan investasi.(terjemahan
bebas olehpenulis).
·
Private Property
Private property atau kepemilikan pribadi atas sumber dayaalam
seperti tanah atau benda yang mengakar pada tanah secara“tetap” dalam literatur
hukum perdata termasuk sebagai pemilikanatas benda tidak bergerak (roerende
zaken). Pengemban hak atasprivate property ini adalah pribadi
alamiah (naturalijke person) ataupribadi buatan/badan hukum (recht
person). Menurut Machperson,baik pribadi alamiah maupun pribadi buatan
adalah sama-samapribadi sebagai suatu subjek pengemban hak.Private property sebagai
kepemilikan pribadi (individual ataukorporasi) adalah jenis hak yang terkuat
karena memiliki empatsifat yang tidak dimiliki oleh tiga jenis hak lainnya,
yaitu: (a)completeness, dimana hak-hak didefinisikan secara lengkap, (b)exclusivity,
dimana semua manfaat dan biaya yang timbul menjaditanggungan secara ekslusif
pemegang hak, (c) transferable, dimanahak dapat dialihkan kepada pihak
lain baik secara penuh (jual-beli)maupun secara parsial (sewa, gadai), dan (d) enforcebility,
dimanahak-hak tersebut dapat ditegakkan. Oleh karena empat alasan itumaka private
property dianggap sebagai hak yang paling efisien danmendekati sempurna.
Dorongan kesempurnaan hak yang memilikiempat sifat tadi berorientasi pada
kepastian dan efisiensi dalamindustrialisasi.
Kecenderungan ekonomi politik global yang tercantum
di dalamWashington Consensus juga menjadikan private property sebagai
satusyarat penting dalam pembangunan ekonomi dengan mendorongnegara-negara eks
komunis dan negara berkembang yang mengalamitransisi pemerintahan untuk
melakukan privatisasi.
Bahkan Joseph E.Stiglitzpenerima Nobel Ekonomi
mengemukakan, bahwa jaminanatas property rights dalam perubahan hukum
pada negara-negaratransisi dari komunis dilakukan seiring dengan percepatan
privatisasi.Penelitian Stiglitz menunjukkan kedekatan antara private
propertysebagai pengutamaan dalam pembaruan hukum yang bersandarpada
doktrin rule of law dengan mengadopsi konsep property rights.Tujuannya
adalah menciptakan kondisi bagi bekerjanya mekanismepasar bebas
(neoliberalisme).
·
State Property
Berangkat dari motivasi yang kuat untuk mengatur
pengelolaansumber daya alam, maka pada masyarakat politik modern, sumberdaya
alam ditetapkan sebagai “milik negara” atau “state property”.Tesis
Hardin tentang “tragedy of the commons” dijadikan sebagaipembenar bagi
tindakan negara (pemerintah) untuk menguasaidan mengatur sumber daya alam dalam
arti yang seluas-luasnya.
Negara menjadi aktor yang paling ekstensif dalam
mengatur danmengelola sumber daya alam karena sifatnya sebagai badan publikyang
melingkupi seluruh warganegara. Karena hubungan negaradengan sumber daya alam
dan masyarakatnya bersifat publik, makatujuan dari hubungan negara dengan
sumber daya alam adalah untukkemakmuran masyarakat. Namun, akuan konsep
idealistik tentangkedaulatan dan kekuasaan negara sebagai badan publik
seringkali terdistorsi.
Setidaknya terdapat dua distorsi berkaitan denganstate
property: Pertama, konsep negara sebagai “penguasa” (aspekpublik)
didistorsi menjadi negara sebagai “pemilik” (aspek private);Kedua, “Negara”
direpresentasikan menjadi “Pemerintah,” sehinggapemerintah lantas bertindak
sebagai pemilik, pengelola, pengurusdan pengawas terhadap tindakan pengelolaan
sumber daya alam.Bahkan kebanyakan hak-hak privat lahir sebagai hak berian
darinegara c.q pemerintah seperti hak guna usaha, hak guna bangunan,dan
hak-hak pengelolaan baik yang diberikan kepada masyarakatatau berkolaborasi
antara pemerintah dengan masyarakat.
Distorsi tersebut membuat state property bukan
menjadimilik umum, melainkan menjadi milik pribadi buatan atau milikkelembagaan
yang disebut Pemerintah. Sebagaimana dikatakanoleh Macpherson:Dengan
demikian, milik negara (state property) harusdigolongkan sebagai milik
kelembagaan, yang merupakan milik ekslusifdan bukanlah sebagai milik umum, yang
merupakan milik non-ekslusif.Milik negara adalah hak ekslusif dari suatu
pribadi buatan.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia
yangmenafsirkan Konsep Penguasaan Negara atas Sumberdaya Alamdalam Putusan
Perkara Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 mengenaipengujian Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan jugamembenarkan hubungan hak kepemilikan yang
bersifat privat ataukeperdataan antara negara dengan sumberdaya alam:Menimbang
bahwa jika pengertian kata “dikuasai oleh negara”hanya diartikan sebagai
pemilikan dalam arti perdata (privat), maka haldimaksud tidak akan mencukupi
dalam menggunakan penguasaan ituuntuk mencapai tujuan “sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”, . . .
Namun demikian, konsepsi
kepemilikan perdata itu sendiri harus diakuisebagai salah satu konsekuensi
logis penguasaan oleh negara yangmencakup juga pengertian kepemilikan publik
oleh kolektivitas rakyatatas sumber-sumber kekayaan dimaksud.
·
Communal Property
Pengelolaan sumber daya alam sebagai “milik negara”
maupunmilik privat terutama swasta telah meninggalkan jejak yang sama,yaitu
kerusakan lingkungan dan peminggiran masyarakat lokal.Jejak tersebut di tingkat
lokal menimbulkan konflik dengan frekuensikejadian yang cukup signifikan. Berkaca dari pengelolaan
hutan oleh masyarakat yangmenghasilkan kesimpulan positif, maka advokasi
internasional secarategas menyebutkan, bahwa partisipasi masyarakat lokal yang
seluasluasnyamerupakan solusi optimum terhadap masalah pengelolaansumber daya
hutan. Hal senada dikatakan juga oleh Lynch danTalbott dengan mempromosikan
sejumlah kunci untuk manajemenhutan berkelanjutan yang disebut sebagai community-based
tenure.
Di Indonesia telah banyak contoh nyata yang
menunjukkan, bahwamasyarakat lokal itu memiliki kemampuan dan kemauan yang
baikuntuk mengelola sumber daya hutan secara produktif dan lestari,misalnya
seperti yang dilakukan masyarakat Krui (Lampung Barat)dan masyarakat Meru
Betiri (Jawa Timur), Suku Samin (Bojonegoro Jawa Timur).
Communal property bukanlah konsep baru dalam hubunganantara manusia
dengan sumber daya alam. Di beberapa tempat,konsep communal property/commons
property atau community-basedmanagement dicoba dihidupkan kembali
dengan mengangkatkonsep ulayat dari hubungan masyarakat secara tradisional
dengansumber daya alam yang sudah ada sejak lama. Bahkan konsep itumerupakan
konsep sebelum kemunculan negara dan hak privat dinegara-negara berkembang.
Para pakar seperti Bromley, Ostrom,Lynch dan Talbott menyatakan, bahwa apa yang
dimaksud dengancommon property bukanlah open access sebagaimana
disangkakanoleh para ekonom dengan menggunakan The Tragedy of TheCommons dari
Garret Hardin.
1.4. Penguasaan Negara atas Sumber Daya Alam di
Indonesia
Landasan hukum hubungan negara dengan sumber daya
alam di Indonesiadigariskan dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang
Dasar(UUD) 1945.
Landasan konstitusional itu berbunyi:ayat (2) : Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yangmenguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.Ayat (3) : Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnyadikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarkemakmuran rakyat.
Penguasaan negara di atas ditafsirkan oleh Undang-Undang
Nomor5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, menjadi tiga bentuk
kewenangannegara, sebagaimana terjabarkan dalam Pasal 1 ayat (2)
undang-undangtersebut, yang berbunyi:Hak menguasai negara termaksud dalam ayat
1 pasal ini memberiwewenang untuk:
a.
Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persedian dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut;
b.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang
Angkasa.
Selanjutnya semenjak berkuasanya rezim Orde Baru
hubungan negaradengan sumber daya alam diturunkan dalam beberapa Undang-undangkhusus,
misalkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuanPokok
Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuanPokok
Pertambangan. Dua undang-undang sektoral itu menjadilandasan penting penopang
ekonomi Orde Baru melalui sektor tambangdan hutan.Gerakan reformasi pada tahun
1998 telah membawa perubahan dibanyak dimensi. Salah satunya adalah tentang
hubungan negara dengansumber daya alam yang dapat dilihat dalam beberapa
perubahan padaperaturan perundang-undangan.
Perubahan pertama dapat dilihat denganditambahkannya
ayat (4) dalam Pasal 33 UUD 1945. Ayat (4) tersebutberbunyi:“Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasiekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan,berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta denganmenjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional”
Penambahan ayat (4) itu berimplikasi pada semakin
masifnya upayaekonomisasi sumber daya alam. Sumber daya alam sebagai sumber
ekonomidan kesejahteraan masyarakat yang diukur dari asumsi peningkatan
ekonominasional membuat anggapan sumber daya alam seperti tanah atau hutanyang
memiliki nilai-nilai tradisi, religi dan budaya semakin tergerus.
Disamping itu penambahan ayat (4) secara kumulatif
menambah nilai-nilaiyang harus diperhatikan dalam kegiatan perekonomian serta
pengelolaansumber daya alam. Nilai-nilai tersebut diantaranya demokrasi
ekonomi,kebersamaan, efisiensi berkeadilan yang membuka peluang
dilakukannyakompetisi dan liberalisasi sebagai ciri yang dominan dalam sistem
ekonomineo-liberal untuk melakukan swastanisasi serta penyejajaran negaradengan
swasta. Penambahan nilai-nilai baru itu tidak sepenuhnya menjadisekumpulan
nilai yang mesti diagregasi secara kumulatif, melainkan nilai-nilaitersebut
dikontestasikan dan bertarung dominasi. Sehingga tidakheran dalam praktiknya,
semangat koperasi dari Pasal 33 ayat 1 UUDmenjadi “mati suri.”
Tahap selanjutnya tentang konsep penguasaan negara
atas sumber dayaalam diramaikan seiring kemunculan Mahkamah Kontitusi yang
memilikikewenangan menguji undang-undang terhadap UUD. Kewenangan untukmenguji
undang-undang itu secara implisit membuat Mahkamah Konstitusimemiliki
kewenangan untuk menafsir UUD, termasuk menafsir konseppenguasaan negara atas
sumber daya alam. Sebagaimana telah disebutkandi bagian terdahulu, tafsir
pertama Mahkamah Konstitusi tentang konsephubungan negara dengan sumber daya
alam ditemukan dalam PutusanPerkara Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 mengenai
Pengujian Undang-UndangNomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang
menyebutkan bahwakepemilikan perdata negara atas sumber daya alam harus diakui sebagaisalah satu konsekuensi logis
penguasaan oleh negara yang mencakup jugapengertian kepemilikan publik oleh
kolektivitas rakyat.
Selanjutnya disebutkan:“... Rakyat secara
kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikanmandat kepada negara untuk
mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakanpengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad),
pengelolaan(beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad)
untuk tujuan sebesarbesarnyakemakmuran rakyat ....”
Tabel
1. Lima Fungsi Penguasaan Negara atas Sumber Daya Alam
No
|
Fungsi
|
Penjelasan
|
1
|
Pengaturan
(Regelendaad)
|
Fungsi pengaturan oleh
negara dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan
Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah (eksekutif). Jenis
peraturan yang dimaksud sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, serta Surat Keputusan yang dikeluarkan
oleh instansi pemerintah (eksekutif) yang bersifat mengatur (regelendaad).
|
2
|
Pengelolaan
(Beheersdaad)
|
Dilakukan melalui mekanisme
pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung
dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara. Dengan kata lain negara c.q. Pemerintah
(BUMN) mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan untuk
digunakan bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Dalam peyelenggaraan
pemerintahan daerah,fungsi ini dilakukan oleh perusahaan daerah.
|
3
|
Kebijakan
(Beleid)
|
Dilakukan oleh pemerintah
dengan merumuskan dan mengadakan kebijakan.
|
4
|
Pengurusan
(Bestuursdaad)
|
Dilakukan oleh pemerintah
dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan (vergunning), lisensi (licentie),
dan konsesi (concessie).
|
5
|
Pengawasan
(Toezichthoudensdaad)
|
Dilakukan oleh negara c.q.
Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan
penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting dan/atau yang
menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat. Termasuk dalam fungsi ini yaitu
kewenangan pemerintah pusat melakukan pengujian Perda (executive review).
|
Konsep tentang hubungan negara atas sumber daya
alam yangdikonstruksi oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan pengujian Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan juga diadopsi kembali dalamputusan
pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber DayaAir, putusan
pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak danGas Bumi dan
putusan pengujian Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentangPenanaman Modal.
Harun Alrasyid selaku saksi ahli dalam persidanganpengujian Undang-Undang Nomor
25Tahun 2007 tentang Penanaman Modalmenyatakan bahwa konsep penguasaan negara
atas sumbedaya alamyang sudah ada di dalam putusan Mahkamah Konstitusi
terdahulu sudahmenjadi yurisprudensi tetap Mahkamah Konstitusi.